Pasti semua menjawab "Tahu" biarpun ada yang belum pernah kesana ya :)
Kalimantan Tengah adalah kota yang cukup besar dan memiliki beberapa daerah baik tingkat Kabupaten, Kecamatan, Kelurahan dan teman-temannya
Selain menarik untuk dikunjugi, kota itu juga memiliki beberapa pilihan temat wisata yang harus kalian coba
Makanan khas yang disediakan juga beragam dan tentunya menggugah selera loh!
Namun ada satu yang menarik, di Kalimantan memiliki banyak suku dan budaya yang berbeda dan beragam
Wah Keren! Indonesia memang KEREN!
Oleh sebab itu, penulis akan sedikit mengulas tentang salah satu suku yang terletak di Kalimantan Tengah
Pernah kalian dengar tentang Suku Dayak?
Pastilah banyak diantara kalian yang pernah atau bahkan sering mendengar kata suku dayak
Kalau suku dayak mamak?
asing ya sepertinya? iya sama!
Awalnya penulis juga merasa asing dengan suku dayak mamak, karena penasaran makanya penulis mencoba mencari tahu
Tapi apakah kalian tahu dimana suku dayak mamak berada dan bagaimana sebenarnya suku dayak mamak itu, yang konon ceritanya suku tersebut masih ada dan masih melakukan berbagai macam adat, ritual dan tradisi leluhurnya hingga sekarang!
WOW,,,benar-benar mengesankan dan patut untuk diacungi jempol sebagai warisan budaya yang patut dilestarikan!!!
Untuk mengetahui kebenaran tentang salah satu suku dayak yang berada di Kalimantan Tengah itu, penulis sengaja mencari salah satu narasumber yang memang berasal dari Suku Dayak Mamak, Kalimantan Tengah.
Selain mewawancara si narasumber yang memang cantik dan memiliki senyum manis itu, ternyata dia juga ramah dan santun, tidak seperti kebanyakan orang mengatakan kalau orang Kalimantan itu sadis.
Eiiiits, jangan melihat buku dari sampulnya dan jangan menyimpulkan orang dari asalnya ya! :)
Yuk, cekidot kita simak lebih dekat salah satu suku dayak asli Kalimantan Tengah ini :)
Kutipan wawancara
Untuk
mencari tahu lebih dalam tentang keberadaan salah satu suku dayak yaitu
Dayak mamak yang berada di Kalimantan Tengah dan hingga saat ini masih
percaya tentang berbagai adat, tradisi dan ritual leluhurnya, penulis
sengaja terjun ke lapangan melakukan
wawancara tentang berbagai ritual baik keagamaan maupun budaya dengan
seorang
narasumber yang berasal dari Kalimantan tengah. Alasan penulis memilih
narasumber tersebut karena sang narasumber berbeda budaya serta adat
kebiasaan
dengan sang penulis. Wawancara ini berlangsung di sebuah lantai 6 Lantai
6, yang berada di kota dimana penulis tinggal saat ini. Penulis sengaja
memilih tempat tersebut karena cukup sepi sehingga
kecil kemungkinan terjadi gangguan komunikasi saat wawancara
berlangsung. Di
sebuah ruangan panjang dengan cahaya lilin yang berada di atas meja
serta
iringan suara musik yang tidak begitu keras, membuat suasana malam itu
semakin
nyaman dan santai. Berikut hasil wawancara antara penulis (komunikator)
dengan narasumber
(Komunikan).
Komunikator :
"Sejak kapan kamu merantau ke kota ini dan sudah berapa lama ?"
Komunikan : "Merantau sudah sejak lulus SMA
tahun 2011 saat akan melanjutkan kuliah disini, mungkin sekitar 3
tahun lamanya"
Komunikator : "Mengapa kota ini yang menjadi pilihanmu? Keinginan sendiri atau ada faktor lain?"
Komunikan : "Itu keinginan sendiri memilih kota ini buat menuntut ilmu, karena kotanya tenang dan orangnya ramah-ramah apalagi
disini terkenal dengan sopan santunnya"
Komunikator : "Kamu ini kan asli suku dayak, boleh
donk cerita tentang asal daerah, bagaimana sebenarnya suku dayak berinteraksi,
terus ritual apa aja yang dari dulu
sampai sekarag masih dipercaya dan diyakini oleh masyarakat sebagai simbol dan
lambang pemujaan"
(Dengan mata yang penuh semangat, secara perlahan namun pasti narasumber menjelaskan satu-persatu suku dayak mamak)
Komunikan :
"Jadi gini, aku memang berasal dari suku dayak mamak kalo orang sana nyebutnya
yang berasal dari daerah Kalimantan Tengah. Disana banyak sekali suku dayak, setahuku
ada Dayak Ngaju, Dayak Kapuas, Dayak Banjar, Dayak Kabahan dan masih banyak
lagi. Memang disana setiap daerah dan setiap kampungnya pasti memiliki suku,
sudah tentu baik bahasa yang kami gunakan juga berbeda. Namun untuk adat dan
kebiasaan ya hampir sama lah, mungkin penyebutannya dan ada sedikit
tambahan-tambahan saat ritual aja yang bikin beda tapi tetep satu suku dayak".
"Di
suku kami, orang-orang masih tinggal di rumah beteng yaitu rumah khas
kalimantan yang bentuknya tinggi seperti panggung, atapnya disebut sirap dan
terbuat dari kayu bulin. Dibawah rumah biasanya digunakan untuk ternak babi, ayam,
kambing atau sejenisnya".
"Dulu,
orang-orang kami masih pake baju adat yang terbuat dari kulit kayu. Kalo baju
adat cewek namanya Ta a, kalo baju adat cowok namanya Sapay atau Sapak. Di atas
kepala kami biasanya diikat dengan tali hitam yang diberi bulu burung dan kami
biasanya memakai kalung berwarna hitam dan ada kotak kecil sebagai bandulnya,
kotak bandul tersebut biasanya diisi sedikit tali pusar si bayi yang sudah
kering, menurut keercayaan kalung itu berarti jimat yang bertujuan sebagai
penangkal roh jahat yaang akan masuk ke dalam diri kita".
"Orang
kami dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari biasanya melakukan perburuan dan
berkebun, kalau berburu kami memakai senjata yang biasa disebut tombak atau
serompang, ponggi dan mandau. Tombak atau serompang itu senjata yang ujungnya
runcing dan bermata tiga dengan pegangan tangkai bambu, beda dengan ponggi yang
bentuknya hampir sama tapi matanya cuma satu. Sedangkan mandau itu kayak pedang
yang ditengahnya ada ukiran khas suku dayak mamak".
Komunikator : "Ada gak perbedaan yang sigifikan antara budaya
dayak satu dengan lainnya?"
Komunikan
: "Kayak yang aku ceritain
tadi, setiap daerah berbeda pasti sukunya juga beda. Tapi kalo bahasa dayak
yang lebih kental dayaknya itu ya suku kami dayak mamak, sayangnya tidak semua
orang mengetahui suku kami karena memang sebagian besar dari kami masih berada
di pedalaman, beda sama suku dayak lain yang sudah berpidah ke kota dan
kebudayaan yang mereka pegang juga hampir luntur. Contohnya dalam berbahasa,
“aku hondak menyoga” yang artinya aku mau sarapan, itu kalau dalam dayak mamak.
Tapi kalo dayak banjar mereka bilang “ulun handak menyarap”, karena mereka
lebih cenderung ke melayu. Dilihat dari konsonan katanya saja udah beda biarpun
artinya sama, itulah unikanya suku dayak".
Komunikator : "Itu kalo dari bahasa, kalo buat
ritual-ritual tersendiri ada ga? dan apa orang-orang masih percaya sampai
sekarang?"
(sebelum
melanjutkan pembicaraan, narasumber meminta ijin untuk minum karena dia
merasa sedikit kehausan, setelah meminum teh peperint panas yang sudah
di pesan tadi, dia melanjutka ceritanya kepada penulis)
Komunikan
: "Begini, kepercayaan itu jelas masih ada dan masih
dipercaya karena itu sifatnya wajib bagi kami. Setahuku nih, orang-orang suku kami terkenal ama mistiknya. Dari
kecil kami sudah dikenalkan dengan budaya kepercayaan dan sampai sekarang masih
berjalan. Kalo anak sudah berumur 1 tahun dan bisa merangkak, mereka akan
dikenalkan dengan sungai atau yang biasa disebut dengan tradisi tepung tawar. Tradisi
itu dipercaya oleh masyarakat sekitar supaya anak tersebut dijaga dan
dilindungi oleh sang pemilik air,
makanya tradisi itu biasanya dilakukan di atas air bukan yang lain. Dalam
melakukan ritual itu sebelumnya disiapkan beras yang sudah ditumbuk, dikasih
kunyit yang dicampur air dan daun pandan, terus diikat, larutan tadi disapukan
ke badan sebanyak 3x sambil dibacain mantra-mantra".
Komunikator : "Kalo pas ngelakuin tradisi tersebut
ada hari atau bulan khusus gak supaya tidak terjadi pantang"
Komunikan : "Gak ada sih, pokoknya setiap
saat bisa yang penting si anak sudah berumur 1 tahun dan bisa merangkak. Biasanya
juga yang ikut ritual gak banyak, paling cuma anggota keluarga dan orang-orang
terdekatnya, yang peting dimaksudkan sebagai perkenalan kepada dewa sungai".
Komunikator
: "Selin itu ada tradisi apa lagi?"
Komunikan
: "Masih banyak, selain tradisi
tepung tawar ada begondang, perbaikan kampung, menugal, tampung tawarin, dan
besorah, setauku sih itu".
Komunikator : "Bisa dijelasin lagi satu-satu?"
Komunikan
: "Iya bisa, kalo begondang
itu banyak macamnya. Misal begondang untuk orang sakit, atau begodang untuk
orang yang punya hajat. Begondang sendiri memiliki arti bermain gendang sambil bernada
atau bermantera yang biasa disebut jampi-jampi. Kalo untuk orang sakit saat
riual begondang berlangsung, yang sakit ditaruh ditengah sambil memainkan lagu
daerah dengan gendang dan orang-orang baca jampi-jampi (mantra). Gak lupa di
atas plafon rumahnya ditaruh ancak gunanya biar roh jahat yang masuk kedalam
tubuh si pasien bisa keluar dan menjadi roh
baik. Ancak itu sendiri kalo dijawa bilang kayak sesajen yang terbuat dari
tepung yang ditaburin beras kuning terus dikasih telur".
"Beda
lagi kalo begondang di pernikahan, bisanya begondang dimainkan bisa pas acara
resepsi atau setelah resepsi atara 1 sampai 2 hari. Kalo abis acara begodang pernikahan, biasanya
penduduk kami ada tradisi minum tuak bersama dan berpesta semalam suntuk".
"Selain
itu ada perbaikan kampung yang juga diisi acara begondang, tapi mereka lebih
fokus ke persembahan kepada sang pemilik kampung atau dewa kampung. Bedanya
kalo begondang di perbaikan kampung itu nanti ada cewek sama cowok yang nari ditengah-tengah
sambil berpantun, dan tarian itu disebut tari manasai. Ada dua pasang laki-laki
dan perempuan, biasanya mereka disebut beigal. Terus beigal tadi masih
dikelilingi oleh orang-orang yang disebut benasai. Beigal tadi ibarat penduduk
dan benasai ibarat roh-roh baik yang mengelilingi supaya mereka hidup aman dan
terhindar dari bahaya luar yang megancam. Di ritual perbaikan kampung juga
memakai ancak sebagai sesajen, bedanya ancak disini dibentuk menyerupai badan
orang-orangan kecil dan ditaruh diatas anyaman bambu yang dilapisi daun pisang.
Setelah itu penduduk menuju hutan, disana mereka berdoa serta mengucap syukur
agar kampungnya dijaga dari gangguan roh jahat dan menjagain kampung supaya
tetap damai. Saat ritual berlangsung, biasanya dipimpin sama anggot sebagai
kepala suku ya kalo dijawa biasanya disebut embah. Saat ritual, juga ada
beberapa pantangan yang harus dihindari dan tidak boleh dilakukan oleh warga
yaitu, menciprat-cipratkan air atau kayak nyambuk air, gak boleh gali tanah,
gak boleh nebang pohon. Setelah ritual selesai, mereka kembali ke kampung dan
diteruskan dengan tradisi sembelih babi, makan juhu singkah atau umbut rotan dan
minum tuak bersama".
"Ada
lagi tradisi menugal yaitu menanam padi yang dilakukan orang-orang satu kampung
secara bergilir antara tiap orang yang punya ladang, biasanya penduduk menyebut
ladang tanaman padi itu huma. Yang gak boleh ketinggalan saat acara manugal itu
harus ada makanan khas yang akan dimakan secara bersama setelah acara selesai,
makanan itu namanya lomang yang terbuat dari beras ketan yang dimasak didalam
bambu terus dibakar, gak lupa juga minum tuak".
"Terus
ada tampung tawarin, yaitu tradisi yang dilakukan setiap ada penduduk yang
memiliki barang berharga baru seperti rumah, mobil, motor. Sebelum ritual
biasanya kami membuat larutan dari beras yang ditumbuk halus terus dikasih
sedikit air, terus dikasih pandan dan diciprat-cipratkan ke barang yang baru
sama anggota keluarga yang punya barang tersebut sambil dibacain jampi-jampi
atau mantra. Yang terakir setahuku ada tradisi besorah yaitu orang lain yang
gak dikenal gak boleh masuk ke rumah selama 3 hari, kalo itu dilanggar biasanya
dapet hukuman adat".
(namun
ada yang janggal, penulis merasa saat narasumber menjelaskan, terjadi
beberapa tingkah aneh yang tanpa sengaja ditunjukkan oleh si narasumber
dan saat penulis bertanya ternyata dia merasa sedikit ketakutan jika
membayangkan prosesi-prosesi tersebut! jelas penulis langsung merasa
merinding dan entah mengapa suasana menjadi sedikit horor tetapi tetap
wawancara harus berlangsung)
Komunikator
: "Selain di ritual tertentu,
ada gak tradisi yang unik dari suku dayak mamak?"
Komunikan : "Ada, tradisinya tuh pake
anting. Orang dianggap ganteng atau cantik kalau telinga mereka itu panjang
apalagi sampai ke tanah, biasanya nih setiap tahun anting yang mereka pakai itu
selalu ditambah jumlahnya jadi akan semakin berat dan banyak, tapi tidak
sembarang anting yang mereka pakai, harus anting emas. Selain itu kalo ada
orang asing bertamu, maka akan ada tradisi suguhan makan sirih dan buah pinang,
dan tamu itu gak boleh nolak biarpun enggak doyan", tukasnya sambil tertawa geli seraya mengingat kejadian tersebut.
Komunikator : "Terus ni apa gak ada
pantangan-pantangan yang gak boleh dilanggar diluar dari ritual atau tradisi
penduduk setempat?"
Komunikan : "Ada, di kepercayan suku kami
itu dilarang keras makan rebung, soalnya rebung itu suatu ancaman bagi kami. Penduduk
kami yakin barang siapa yang makan rebung pastinya dia akan muntah darah dan
akhirnya meninggal".
"Ada
lagi, kalo ada ibu hamil sang suami juga gak boleh berburu binatang, soalnya
dipercaya nanti saat melahirkan si anak bisa dikutuk kayak binatang".
"Terus
kalo ada orang melakukan hal aneh nih kayak mencuci baju pas pagi-pagi buta,
atau misal ada orang meninggal dan dia gaikud pas acara penguburannya, biasanya
mereka langsung jatuh sakit pas siangnya kayak demam tinggi. Penduduk yakin
kalo dia itu kena yang namanya kepidaraan. Artinya orang tersebut mendapat
teguran dari arwah yang sudah meninggal".
Komunikator : "Taunya kalo orang itu kena
kepidaraan gimana? siapa tahu emang lagi demam karena kecapean mungkin".
Komunikan
: "Wah jelas beda, kalo
kepidaraan itu bisa dicek dan diketahui sama orang pintar, nanti rambut si
pasien itu diambil sedikit terus digelung, habis itu dijambak sambil dibacain
mantra, kalo pas dijambuk itu rambut ada bunyinya berarti memang orang itu kena
kepidaraan dan yang bisa nyembuhin juga orang pintarnya", pungkas ceritanya.
Tak terasa perbincangan kami yang ngalor ngidulpun harus berakhir, penulis sengaja menggunakan bahasa yang santai dan lugas supaya mudah dimengerti dan dipahami, sehingga membuat suasana juga tidak terasa tegang dan membosankan. Waktupun sudah hampir pagi maka penulis segera menyudahi wawancara tersebut.
"Setelah
melakukan wawancara tersebut, tak lupa penulis menganalisis akan budaya
yang dimiliki bangsa ini. jangan sampai perbedaan budaya menjadikan
batas untuk berinteraksi kepada sesama, JANGAN! karena pastinya kitalah
yang akan merugi.
Pada
kehidupan masyarakat yang majemuk,
diperlukan toleransi dan intergrasi sosial sebagai usaha untuk menjalin
hubungan yang serasi dengan berbagai orang yang berasal dari lingkungan sosial
dan budaya yang berbeda. Untuk menjalin hubungan tersebut, manusia memerlukan
komunikasi antara satu dengan lainnya baik melalui komunikasi verbal maupun non
verbal.
Dalam
kehidupan sehari-hari tak peduli dimana berada, anda selalu berinteraksi dan berkomunikasi
dengan orang-orang tertentu yang berasal dari kelompok , ras, etnik, atau
budaya lain. Berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
kebudayaan, merupakan pengalaman baru yang selalu dihadapi. Kita dapat berkata
merupakan kegiatan sehari-hari yang sangat populer dan pasti di jalankan dalam
pergaulan manusia.
Esensi
komunikasi terletak pada proses, yakni suatu aktivitas yang melayani hubungan
antara pengirim dan penerima pesan melampaui ruang dan waktu. Itulah sebabnya
mengapa semua orang pertama-tama tertarik mempelajari komunikasi manusia (human
communication), sebuah proses komunikasi yang melibatkan manusia pada kemarin,
kini dan mungkin di massa yang akan datang (Liliweri, 2002).
Menurut
Jane yang memberikan definisi khusus atas komunikasi setelah membandingkan tiga
komponen yang harus ada dalam sebuah peristiwa komunikasi, jika salah satu
komponen itu kurang maka tidak akan terjadi proses komunikasi. Komunikasi
merupakan transmisi informasi, transmisi pengertian dan transmisi yang memakai
simbol yang sama (Jane Paley, 1999).
Manusia
adalah mahluk hidup yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai mahluk
biologis dan mahluk sosial. Sebagai mahluk biologis, manusia diklasifikasikan
sebagai Homo Sapiens (bahasa Latin untuk manusia), sebuah spesies primata dari
golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Sebagai mahluk
sosial, manusia merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat secara
berkelompok membentuk budaya. Ada perbedaan mendasar tentang asal mula manusia.
Kelompok evolusionis pengikut Darwin menyatakan bahwa manusia berasal dari kera
yang berevolusi selama ratusan ribu tahun. Sedangkan kelompok lain menyanggah
teori evolusi, mereka menyatakan bahwa asal mula manusia melalui teori
penciptaan, yang menegaskan bahwa manusia itu diciptakan oleh Allah. Manusia
diciptakan sebagai mahluk yang memiliki kemampuan berpikir dan bekerjasama
dalam lingkungan sosial budaya.
Lingkungan
sosial budaya yaitu lingkungan atarmanusia yang meliputi pola-pola hubungan
sosial serta kaidah pendukungnya yang berlaku dalam suatu lingkungan spasial
yang ruang lingkupnya ditentukan oleh keberlakuan pola-pola hubungan sosial
tersebut termasuk di didalamnya, dan oleh tingkat rasa intergrasi mereka yang
berada di dalamnya. Oleh karena itu lingkungan sosial budaya terdiri dari pola
interaksi antar budaya, teknologi dan organisasi sosial, pranata sosial,
stratifikasi sosial, termasuk didalamnya norma sosial yang disepakati. Secara
kodrati, manusia hidup sebagai mahluk individu sekaligus sosial budaya.
Artinya, sejak dilahirkan manusia tidak dapat hidup sendiri, melainkan
memerlukan pertolongan orang lain di lingkungannya. Dengan demikian lingkungan
sosial budaya sudah ada sejak manusia atau mahluk Homo Sapien ini diciptakan. Lingkungan sosial budaya mengalami
perubahan sejalan dengan peningkatan kemampuan adaptasi kultural manusia
terhadap lingkungannya. Manusia seebagai mahluk sosial tidak dapat hidup secara
individu, selalu berkeinginan untuk tinggal bersama bersama individu lainnya.
Keinginan hidup bersama ini terutama berhubungan dalam beraktivitas pada
lingkungannya. Selain itu maanusia memiliki kedudukan khusus terhadap
lingkungannya dibanding dengan mahluk hidup lain, yaitu sebagai khalifah atau
pengelola diatas bumi.
Manusia
dalam hidup berkelompok ada yang
membentuk masyarakat dan tidak setiap keolmpok disebut masyarakat, karena
masyarakat memiliki syarat- syarat tertentu sebagai ikatan kelompok. Masyarakat
dapat diartikan sebagai kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinue dan terikat oleh suatu
rasa identitas bersama. Dinamika masyarakat memberikan kesempatan kebudayaan
untuk berkembang, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada kebudayaan tanpa
masyarakat, dan tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan sebagai wadah
pendukungnya.
Kebudayan
itu sendiri mencakup ruang lingkup yang luas, yang wujudnya dapat berupa
kebudayaan hasil rasa atau sistem budaya (norma, adat istiadat), hasil cipta
(fisik) dan konsep tingkah laku (sistem sosial).
Begitu
banyak unsur budaya yang ada di dunia ini, namun ada unsur kebudayaan yang
bersifat universal, yaitu : sistem pengetahuan, organisasi sosial, sitem
peralta hidup dan teknologi, sistem mata pencaarian hidup, sistem religi dan
kesenian. Ketujuh sistem budaya ini terintergrasi sebagai satu-kesatuan yang
utuh dalam suatu masyarakat sebagai ciri dari suatu budaya melalui proses
penyesuaian, sehingga memungkinkan unsur tersebut berfungsi secara seimbang.
Menurut
Mulyana “secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan,
pengalaman, kepercayaan, sikap, makna, hierarki, agama waktu, peranan,
hubungan, ruang, konsep alam semesta, objek mataeri dan milik yang diperoleh
sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan
kelompok” (Mulyana, 2005 :18).
Kebudayaan
dapat dilihat secara material maupun non material (Hedbing dan Glick, 1992).
Sedangkan
menurut Tylor pada karyanya yang berjudul Primitive Culture menjelaskan bahwa
“kebudayaan adalah kompleks dari keseluruhan pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, hukum, adat istiadat dan setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang
dimiliki oleh manusia sebagai anggota suatu masyarakat”.
Untuk
menjelaskan kesamaan komunikator maka
ada baiknya kita mengingat kembali istilah hemofili dan heterofili. Homofili
mengacu pada kesamaan antar individu yang berinteraksi. Kesamaan itu
merefleksikan kesamaan area atau wilayah sikap atau nilai, tampilan status
sosial, kepribadian dan keragaman aspek demografis. Sedangkan heterofili adalah
kebalikan heterofili dan mengacu pada derajat penampilan ketidaksamaan antara
dua orang yang berkomunikasi. Dengan demikian perbedaan kebudayaan membuat kita
belajar dari orang lain dan kita berusaha berinteraksi secara pribadi dan
senantiasa berusaha meningkatkan kreativitas dan kemampuan berkomunikasi
merupakan jalan yang paling cepat untuk keluar dari masalah tersebut.
Dari
hasil wawancara di atas, penulis dapat menganalisis tentang persamaan atau
perbedaan budaya di negara kita. Persamaanya ialah di setiap ras,
suku, dan adat istiadat suatu kebudayaan pastilah memiliki dan menganut kepercayaan
yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat setempat. Hal tersebut diyakini sebagia
mitos bahkan kepercayaan yang harus di jalankan dan harus dilestarikan hingga
kini. Jika hal tersebut tidak dijalankan atau bahkan dilanggar, sudah tentu
akan mendapat balasan. Bisa berupa hukuman adat yang dapat terlaksana secara
nyata atau bahka adanya karma (kutukan) yang notabene tidak dapat terdeteksi
dengan akal sehat namun diyakini.
Dalam
kehidupan, suatu kebudayaan pastilah terjadi pembentukan konformitas kelompok
yang diyakini dan akan dipatuhi oleh kelompok tersebut walaupun tidak tertulis
secara nyata. Mereka meyakini bahwa konfomitas tersebut sebagai suatu paradigma
yang nyata untuk dilaksanakan dan wajib hukumnya.
Beberapa alasan menerangkan tentang
perlunya komunikasi antar budaya, antara lain:
Membuka diri memperluas pergaulan, meningkatkan
kesadaran diri, etika/etis, mendorong perdamaiandan meredam konflik,
demografis, ekonomi, menghadapi teknologi komunikasi dan menghadapi era
globalisasi (Liliweri, 2003).
Saat wawancara berlangsung,
komunikator tidak merasa kesulitan dalam berkomunikasi dengan narasumber karena
kami berasal dari negara yang sama dan menggunkan bahasa Indonesia sebagai alat
bantu komunikasi, yang membedakan hanyalah suku dan adat istiadat saja.
Menurut penulis,
suku dayak masih sangat
menjunjung teguh nilai leluhur serta budayanya. karena seperti yang
sudah djelaskan oleh narasumber tadi, semua adat dan kepercayan harus
dijunjung dan diyakini serta dijalankan hingga kini. jika tidak,
nantinya akan mendapatkan halangan atau rintangan baik dari suku itu
sendiri atau bahkan dari dunia yang tak nyata tapi diyakini
keberadaanya.
Pembicaraan
tentang komunikasi antarbudaya tak dapat dielakkan dari pengertian kebudayaan (budaya).
Komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar
dua kata tetapi dua konsep yang tidak dapat dipisahka.
Harus
dicatat di studi komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai studi yang
menekankan pada efek kebudayaan terhadap komunikasi (William B. Hart, 1996).
Pengertian
komunikasi antar budaya tersebut membenarkan sebuah hipotesis tentang proses
komunikasi antar budaya, bahwa semakin besar perbedaan derajat antar budaya
maka semakin besar pula kita kehilangan peluang untuk merumuskan suatu tingkat
ketidakpastian sebuah komunikasi yang efektif, jadi harus ada jaminan terhadap
akurasi interprestasi pesan-pesan verbal maupun non verbal.
Dengan
demikian manakala suatu masyarakat
berada pada kondisi kebudayaan yang beragam, maka komunikasi antar pribadi
dapat menyentuh nuansa-nuansa komunikasi antar budaya. Disini, kebudayaan yang
menjadi latar belakang kehidupan akan mempengaruhi perilaku dan komunikasi manusia.
Oleh
sebab iu banggalah kita menjadi Warga Negara Indonesia yang meiliki beragam
suku, ras, budaya, adat istiadat, serta kebiasaan yang menuntut untuk
saling memahami
antara suku, sehingga proses komunikasi yang dijalin dapat mengantarkan pada persatuan,
kesatuan, seperti “Bhineka Tunggal Ika”.
Sedikit yang dapat penulis sampaikan, baik dan buruk suatu budaya tergantung bgaimana subyektfitas manusia itu sendiri
Maav jika dalam penyampaian mengandung banyak kesalahan, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan yang Maha Esa
Dan hasil wawancara di atas adalah real nyatanya
Semoga dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya kita sebagai bangsa yang memiliki ragam budaya
Kind Regards,
Penulis :)
:REFERENSI::
- Littlejohn, Stephen W. 2002. Theories of Human Communication. Seventh Edition. Belmont, CA: Wadsworth.
- Liliweri, Alo. 2002. Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
- Liliweri, Alo. 2003. Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
- Liliweri, Alo. 2007. Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
- Dedy Mulyana. 2001. Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung. Remaja Rosdakarya.
- Aw Suranto. 2004. Komunikasi Interpersonal. Graha Ilmu
- Marhaeni Fajar. 2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Graha Ilmu