kamus

Senin, 07 Desember 2015

Menjadi jurnalis itu hina? Kata siapa?

Hmmm...sudah lama ya tidak menulis blog...bukan karena malas, akhir-akhir ini sedang disibukkan dengan studi yang tugasnya hilir mudik setiap hari...datang dan pergi sesusaknya tanpa dosa...yah apa daya seorang mahasiswa demi mengenakan sebuah toga...berat rasanya, tapi harus tetap di jalani untuk menggapai mimpi....

Tanpa disadari pikiran ini sedang berkecamuk tak terarah...bukan karena terkena masalah, tapi memikirkan akankah profesi yang pernah dan akan kujalani menimbulkan masalah....hmmm....bagiku tidak, namun tidak bagimu...

Menulis itu hobi, jurnalis itu profesi...profesi yang tidak semua orang sanggup menjalani...Jurnalis atau yang biasa disebut dengan wartawan...adalah pekerjaan yang mulia menurutku...kenapa tidak, karena melalui tangan terampilnya mengolah kata, kita bisa membaca berita...karena melalui tubuh gesitnya mencari dan mendatangi sebuah peristiwa, kita bisa mendapatkan informasi dengan cepat dan mudahnya...panas terik matahari, dinginnya hujan yang membasahi bumi, tak menyurutkan niat mereka untuk tetap mencari dan mendatangi peristiwa menjadi berita...bahkan tak jarang ancaman dan bahaya yang menghantui setiap saat tak menyurutkan tekat mereka untuk tetap mencari sumber informasi terkini...lalu, mengapa sebagian dari kalian menganggap pekerjaan menjadi seorang wartawan itu hina?
Bukan kami yang membuatnya menjadi hina, mereka para penguasa media, budaya yang menjadi tradisi serta datangnya media-media yang tidak bertanggung jawab!!!

Banyak orang menyalahkan pekerjan sebagai jurnalis yang membuat paradigma serta perilaku masyarakat kita kacau, dan konyol....banyak yang menyalahkan media atas semua tindakan pemikiran akibat mengkonsumsi media...katanya, akibat pemberitaan yang tidak sebenarnya...katanya, akibat pemberitaan yang tidak seharusnya...katanya, akibat pemberitaan yang selalu membesar besarkan peristiwa, memberitakan yang lemah dan menutupi penguasa yang salah...serta masih banyak lagi katanya katanya dan katanya....

Banyak yang berpendapat dan berkata jurnalis atau wartawan sekarang tidak bersikap independen dalam menyuguhkan berita, menyisipkan kata -kata yang tidak seharusnya, hal itu demi mendongkrang popularitas, menaikan target perusahan media tanpa memikirkan akibatnya, berkiblat pada lembaran rupiah dan masih banyak lagi caci maki yang selalu kalian ucapkan setiap hari...

Pernahkah berfikir mengapa hal itu bisa terjadi? Siapa penyebabnya? Dan bagaimana solusinya dari pada kalian harus ribut menyalahkan para wartawan?

Perlu diingat, pekerjaan sebagai seorang pencari berita tidak semudah dan sehina yang kalian kira...pagi jadi malam, malam jadi pagi itu sudah biasa...tanpa kenal lelah kami terus bekerja...dituntut untuk menghasilkan sebuah berita setiap harinya...namun sebelum terjun ke lapangan para wartawan selalu konfirmasi dengan atasan, tentang baik dan buruk, pantas dan tidak peristiwa tersebut layak untuk diberitakan...tak luput dari itu, atasan mendapatkan mandat dan tekanan dari penguasa media untuk dapat memajukan perusahaan...jadilah wartawan yang menjadi sasaran bagaimana cara agar pemberitaan menjadi sebuah godaan untuk dibaca para penikmat media, menjadi sebuah gambaran kejamnya kehidupan, menjadi sebuah lukisan negeri yang seakan-akan begitu menakutkan...

sebelum menjadi jurnalis atau wartawan pada media yang dapat dipercaya, wartawan dibekali kode etik jurnalistik...bisa melewati bangku kuliah selama 3.5 sampai 5 tahun kami para sarjana komunikasi konsentrasi jurnalistik dibekali berbagai ilmu kejurnalistikan...atau berbagai pelatihan kejurnalistikan oleh lembaga-lembaga jurnalistik...hal tersebut diharapkan agar kami menjadi jurnalis yang selalu berpedoman pada pancasila dan undang undang dasar 45...oleh sebab itu, tidak salah jika jurnalistik disebut sebagai pilar keempat sebuah negara...

Hal yang membuat rusaknya dunia jurnalistik adalah pemilik atau penguasa media...pemilik jabatan negara...mengapa begitu? Jelas....pemberitaan menjadi tidak imbang akibat monopoli media...penyuapan demi memperbaiki citra pemberitaan...penguasa atau pemilik media ingin mendongkrak popularitas, menaikan target perusahaan, dan melebarkan sayap perusahan media yang akhirnya membuat tekanan pada karyawan dan bawahan bagaimana misi tersebut bisa terlaksana...akhirnya, jurnalis atau wartawanlah yang menjadi korban.....

Yang kedua adalah budaya...budaya yang dimaksud disini adalah budaya memberikan sejumlah uang agar pemberitaan dapat dikondisikan oleh penguasa...penguasa elit politik terutama...kebanyakan dari pemilik perusahan atau para penguasa elit politik mengucurkan dana segar kepada jurnalis agar tidak memberitakan hal yang tidak perlu diberitakan...memang tidak seberapa jumlahnya, namun uang tersebut yang dapat membelokan pemberitaan...akhirnya pemberitan menjadi tidak berimbang dan tidak layak untuk dikonsumsi...tidak dapat disalahkan juga, bisa jadi karena keminiman upah yang mereka dapatkan yang tidak sesuai dengan jerih payah membuat mereka terpaksa untuk menerimanya...menerima yang seharusnya bukan menjadi haknya...menerima yang jelas-jelas melanggar kode etik jurnalistik...namun bagaimana lagi, budaya tersebut sudah menjadi tradisi bagi media di negeri ini...tradisi yang salah dan mendarah daging...

Dan yang terakhir akibat berdatangnya media yang tidak bertanggung jawab...namanya saja tidak bertanggung jawab, jangankan wartawannya, isi pemberitaanyapun pasti tidak dapat dipertanggung jawabkan pula...kehadiran media yang tidak bertanggung jawab tersebut yang juga merusak citra jurnalis dan jurnalistik negeri ini...mencari berita adalah kedok mereka untuk mencari uang...yah biasanya mereka disebut wartawan bodrek...karena pemberitaan mereka sifatnya memeras...hal terebut melanggar kode etik jurnalistik tentunya...akhirnya orang menjadi tidak percaya dan memberikan stigma yang salah kepada para jurnalis...padahal itu hanya dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, yang mengatasnamakan jurnalis demi kepentingan pribadi atau kelompok!!!

Ingat betul fakta yang terjadi, ketika seorang jurnalis muda wanita di stasiun tivi swasta dengan keindividualisme dan arogansinya menguak sebuah peristiwa, antek negara menjadi tidak terima akhirnya menjebloskanya di ruang perkara...hal tersebut juga dialami oleh teman saya sendiri, seorang jurnalis wanita muda yang dijebloskan di kursi pesakitan hanya karna dia menuliskan sebuah fakta tentang perbuatan yang tidak seharusnya namun disuguhkan versi penguasa negara...
Hal tersebut yang membuat para jurnalis atau wartawan negeri ini menjadi takut, takut menyuguhkan kebenaran, karena tidak adanya keadilan!!!

Sudah sadarkah kalian sekarang? Siapa yang membuat pemberitaan akhirnya menjadi tidak berimbang? Siapa yang membuat paradigma masyarakat kita menjadi konyol dan kacau melihat dna menyikapi sebuah peristiwa? Masihkah kalian penikmat media menyalahkan para jurnalis? Masihkan hina pekerjan menjadi wartawan?
Seharusnya kalian tahu cara menjadi penikmat media yang baik, menyikapi berbagai informasi dan berita dilandasi dengan berbagai sumber kebenaran fakta...tidak hanya semata agar dapat dilihat orang sebagai "yang tahu dan sok berwawasan luas" karena aktif menjadi penikmat media massa...hmmmm...salah besar!!!
Pikirkan hal lain yang masih bermanfat, dan carilah solusi untuk memperbaiki citra media saat ini...berilah masukan yang masuk akal bukan hanya selalu menyalahkan dan menghina pekerjan sebagai penyuguh berita...

Ingat, tanpa jurnalis atau wartawan, kalian tidak akan semudah ini mendapatkan informasi...jadi ubahlah pandangan untuk lebih menghargai profesi ini...karena semua profesi pasti mengandung resiko dan memiliki kesalahan...tidak hanya profesi menjadi jurnalis...ingat...tidak ada profesi dan pekerjan yang sempurna...karena kesempurnaan hanya milik Sang Pencipta!!!